![]() |
Curahan Hati Gubernur Jomblo Sumatera Utara
Filosofi Bambu
Lebaran tanpa corona
Sore hari di lingkungan kampus tercinta UIN-SU Medan, terdengar suatu kabar bahwa akan keluar surat edaran dari pihak rektorat tentang penutupan kampus selama 14 hari kedepan. Terkait penularan suatu virus yang berasal dari Wuhan, yang sudah menyebar di kawasan Indonesia raya khusus nya di kota medan sehingga mengharuskan penutupan kampus untuk memutus mata rantai virus tersebut yaitu virus corona (Covid-19).
Dan mengharuskan seluruh mahasiswa belajar secara daring. Haru mendengarnya karena kampus belom lama ramai setelah libur semester ganjil. Di samping gejolak nya tugas-tugas yang di berikan para dosen dan mengakibatkan pembelajaran kurang efektif.
Setelah 3 hari ternyata berita penutupan kampus benar-benar terjadi. Dengan berat hati para mahasiswa pulang ke rumah masing-masing karena jangka waktu libur terlalu lama. Para mahasiswa memutuskan untuk belajar dari kos masing-masing. Tidak sedikit mahasiswa yang pulang kampung untuk berjumpa dengan orang tua kembali.
Setelah berjalan waktu seminggu terdengar lagi kabar dari pihak kampus akan di perpanjang pembelajaran secara daring. Kebanyakan mahasiswa mengeluhkan pembelajaran secara daring ini. Karena semua pembelajaran berpatokan kepada jaringan. Tidak semua wilayah mempunyai jaringan yang bagus. Dan dengan secara terpaksa juga mahasiswa-mahasiswa meniatkan pulang ke kampung halamanan masing-masing. Ternyata perpanjangan pembelajaran secara daring akan melebihi waktu sampai lebaran mendatang.
Surat edaran perpanjangan pembelajaran secara daring pun tiba. Mahasiswa tingkat akhir mengeluh karena mereka akan kesulitan memperoleh bimbingan skripsi secara daring. Dan tidak semua dosen pembimbing lihai dalam berteknologi dengan handphonenya. Tidak satu - dua dosen pembimbing bisa menggunakan handphone hanya untuk panggilan telepon saja.
Ditambah lagi kekesalan mahasiswa tingkat akhir dengan keluar nya surat edaran tentang bimbingan skripsi, seminar proposal, sidang komprehensif, dan sidang munaqosah di lakukan secara daring bahkan wisuda pun akan di lakukan secara daring (online).
Salah satu mahasiswa yang jarang pulang ke kampung halaman memutus kan untuk pulang kampung untuk berjumpa dengan orang tuanya. Jarang pulang kampung karena jarak kota medan dengan kampung halamannya lumayan jauh.
Dengan berat hati dia melangkah menuju kampung halamannya. Tetapi dengan motivasi tinggi ingan mengabdikan diri kepada orang tua.
Setelah menempuh perjalan kurang lebih 12 jam, sampailah ke kampung halaman dengan mata tercengang melihat kondisi kampung halaman berbeda dengan sebelumnya. Seperti biasa mahasiswa ini pulang kampung hanya di waktu lebaran saja, dan kondisi kampung sangatlah ramai. Dan kali ini dia pulang kampung ketika ramadhan belum datang, orang-orang perantauan belum beranjak untuk mudik.
Barbaran jae, Kecamatan Panyabungan Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang juluki dengan "Negeri beradat taat beribadah" ini lah kampung halaman Mahasiswa tersebut.
Tempat tinggal yang masih arsi dengan pepohonan dan tanaman para petani. Karena 95% pengahasil para penduduk nya dari tanaman (Petani).
Para pribumi ini tidak terlalu khawatir terhadap berita Covid-19 ini. Karena setiap harinya mereka hanya tahu ke ladang. Jika di tanya tentang covid-19 mereka menjawab "inda dohot-dohat ita mar-conona" artinya "kita tidak ikut-ikutan ber-corona". Dengan jawabannya sudah jelas kita tahu mereka tidak terlalu perduli.
Selang berjalan waktu, sesuai niatnya, mahasiswa turut terjun ke ladang untuk bekerja dengan orang tua. Dan menghibur diri dengan kondisi kampung yang sepi.
Ketika Ramadhan tiba berita Covid-19 belum lagi berdamai. Korban-korban yang positif terus bertambah. Penutupan rumah-rumah ibadah pun sudah dilakukan pemerintah. Disitu lah para pribumi mandailing ini khawatir. Mereka takut penutupan rumah ibadah itu berlaku hingga ke pelosok-pelosok negeri yang bahkan memiliki zona hijau.
Siang-malam orang-orang tua tidak usai mendoakan supaya hal tersebut tidak berlaku sampai ke kampung halamannya. Setiap Minggu diadakan zikir tolak bala. Mereka takut tidak bisa sholat tarawih berjamaah di mesjid. Tempat-tempat pengajian orang tua sudah mulai didatangi kepolisian untuk di tutup sementara, untuk menghindari kurumunan, demi memutus mata rantai penularan virus tersebut.
Sholat tarawih adalah yang sangat di rindukan orang-orang tua setiap tahun. Tidak terbayangkan jika sholat tarawih di tiadakan. Mungkin setiap malam akan terdengar tangisan-tangisan orang tua.
Amat bersyukur sekali sholat tarawih di kampung tersebut tidak ditiadakan.
Sampe menjelang lebaran tiba. Tidak satu pun perantau yang terlihat di muka kampung halaman tersebut. Biasanya menjelang lebaran mobil-mobil pribadi para pemudik akan memadati pinggiran jalan.
Lebaran pertama, kedua, ketiga berlalu. Tidak terlihat lagi orang-orang berkerumunan masuk ke rumah dalam rangka silaturahmi untuk saling maaf-maafan.
Sedih melihat kondisi kampung halaman yang terbiasa ramai ketika lebaran, seketika hambar rasanya melihat kekosongan melanda kampung. Tidak terlihat berbeda dengan hari-hari biasanya.
Tetapi yang patut dan perlu di syukuri adalah keputuhan para anggota masyarakat atas tindakan pemerintah untuk tidak mudik ke kampung halaman. Sehingga mata rantai penyebaran virus corona tidak sampai kekampung halaman mereka para perantau.
Akan tiba saat nya lagi situasi lebaran akan kembali pulih dengan hilang virus corona di muka bumi.
Doa dan ikhtiar sudah seharusnya berdampingan, mudah-mudahan segala usaha anggota masyarakat tidak menghiani hasil.
"Salam hangat untuk para perantau"
-
Bambu itu keajaiban buat saya. Dalam kondisi tertentu, bambu muda dapat tumbuh sampai 60 cm dalam 24 jam. Banyak suku di Asia dan Afrika yan...
-
Desi Alawiyah Damanik Semester IX Hal yang sudah lumrah terdengar di telinga para mahasiswa tingkat akhir ketika sudah melewati batas perkul...
-
Rasa pahit manis kopiku bersenduh-senduh di pikiranku seakan mencoba menginpirasiku dengan aroma dan rasanya. Seiring berjalan waktu ukiran ...


